Kapolda Sumatera Barat, Pernyataan tegas Irjen Pol Suharyono terkait keterlibatan aparat kepolisian dalam tewasnya Afif Maulana, bocah 13 tahun saat operasi pengamanan bentrokan, menandakan perkembangan signifikan ranah akuntabilitas penegakan hukum di Indonesia. Insiden tersebut, yang memicu kontroversi menyusul tuduhan kebrutalan polisi, menggarisbawahi pentingnya menjunjung tinggi profesionalisme dan mematuhi protokol yang ditetapkan dalam menghadapi pengawasan publik dan tuduhan pelanggaran.
Dalam jumpa persnya di Mapolresta Padang, Minggu, 23 Juni 2024, Kapolda Sumatera Barat menegaskan kesiapannya bertanggung jawab atas peristiwa tragis yang menimpa bocah lelaki tersebut. Meluasnya pemberitaan media massa dan viralnya tudingan keterlibatan polisi dalam kematian Afif Maulana menyoroti perlunya transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam praktik penegakan hukum. Menyatakan bersedia mempertanggungjawabkan segala kesalahan yang dilakukan aparatnya, Irjen Pol Suharyono tak hanya menunjukkan komitmen menegakkan supremasi hukum, namun juga memberikan pesan jelas bahwa tindakan kekerasan atau pelanggaran tidak akan ditoleransi di lingkungan kepolisian.
Meninggalnya Afif Maulana secara tragis pada 9 Juni 2024 di sungai dalam keadaan mencurigakan menimbulkan pertanyaan tentang perilaku aparat kepolisian yang terlibat dalam operasi pengamanan. Tuduhan pelecehan dan kekerasan yang berlebihan telah mencoreng reputasi lembaga penegak hukum dan memicu kemarahan di kalangan masyarakat. Pengakuan Kapolda atas keseriusan situasi dan janjinya untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam menyelidiki insiden tersebut merupakan langkah tepat untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Pengawasan yang dihadapi oleh 30 petugas polisi yang menjadi bagian dari operasi keamanan malam itu menyoroti pentingnya penyelidikan menyeluruh dan proses hukum dalam menangani kasus dugaan pelanggaran di lingkungan kepolisian. Kepastian Kapolda bahwa para petugas telah diperiksa selama dua hari menggarisbawahi komitmen untuk memastikan peninjauan yang adil dan transparan atas tindakan mereka. Pendekatan ini tidak hanya menegaskan kembali prinsip-prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab namun juga berfungsi sebagai pencegah terjadinya penyalahgunaan atau kelalaian yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di masa depan.
Insiden kematian Afif Maulana menjadi pengingat serius akan tantangan yang dihadapi lembaga penegak hukum dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan supremasi hukum. Hal ini menggarisbawahi perlunya pelatihan berkelanjutan, pengawasan, dan langkah-langkah akuntabilitas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa petugas bertindak sesuai dengan standar profesional dan perilaku etis. Dengan menangani tuduhan tersebut secara langsung dan berjanji untuk menyelidiki masalah ini secara menyeluruh, Kapolda menjadi preseden bagi transparansi dan akuntabilitas dalam kepolisian, yang menandakan komitmen terhadap keadilan dan integritas dalam praktik kepolisian.
Sikap tegas Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono dalam mengambil tanggung jawab atas keterlibatan polisi dalam kematian Afif Maulana menyoroti pentingnya perilaku etis dan akuntabilitas dalam komunitas penegak hukum. Dengan mengakui gawatnya situasi dan melakukan penyelidikan menyeluruh, Kapolda menunjukkan komitmen untuk menegakkan keadilan, profesionalisme, dan supremasi hukum. Insiden ini menjadi titik kritis untuk refleksi dan reformasi di kepolisian Indonesia, yang menekankan perlunya transparansi, pengawasan, dan kepatuhan terhadap protokol yang telah ditetapkan untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik dan memastikan integritas praktik penegakan hukum.